Kecemasan berbinar-binar. Ketakutan meletup berasap kekhawatiran. Melayang terhempas angin kegetiran. Meninggi mewujud kerumunan awan kehampaan yang tak menjatuhkan air kehidupan…
Ooo…aku mati membuntu membisu. Rasa diri tak bertuan. Kelayuan menghinggap. Keluguan merayap. Tertunggangi rayap-rayap di dalam kelamnya fikiran…. Kecamuk curiga kian terbingkai keindahan…
Ya Rabbi…Akankah selagi pasti membantuku? Melenyapkan ilusi-ilusi kekerdilan. Mengusir mimpi-mimpi kepiluan. Sepasti terbitnya sang mentari di pagi hari…
Ayat diatas mengajarkan dan mensugesti para suami-istri, untuk selalu berdoa berharap pada Allah SWT doa kebaikan bagi pasangannya. Doa agar dijadikan suami atau istrinya masing-masing sebagai penghibur, penyenang dan penenang hati. Inilah keluarga samara yang hakiki. Inilah situasi dan situasi hari-hari yang pasti dirindui suami istri. Dan, bait-bait syair diatas mengingatkan kita untuk hindari miskomunikasi dan mispersepsi antar suami istri.
Namun, di dalam mengisi hari-hari kehidupannya, suami istri adakalanya disisipi sedikit kelahi, sedikit saling tersinggung, sedikit saling memarahi, sedikit saling menyakiti, dan sebagainya, disamping tentunya dominasi hari-hari yang penuh bahagia, tawa, dan canda ceria. Itulah mengapa sesudah itu Allah SWT mengajarkan agar sering-sering kita berdoa bersama dengan doa diatas, “…Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kita isteri-isteri kita dan keturunan kita sebagai penyenang hati (kami)…”. Inilah hikmah dan pelajaran dari Taujih Rabbani di dalam ayat diatas bikin kita para suami istri. Suami istri yang selalu mengorientasi Rabbani.
Miskomunikasi berpotensi berlangsung kelahi. Di dunia ini kebanyakan dua orang berkelahi berlangsung dikarenakan miskomunikasi, saling salah persepsi, atau saling salah di dalam memahami. Akhirnya menimbulkan tabiat salah di dalam menyikapi. Dan seluruh berujung bersama dengan saling merendahi, saling menyakiti, saling membuli, dan setelah itu dan seterusnya. Jika itu berlangsung sebetulnya ke-2 orang itu hakikatnya tengah menghina dirinya sendiri. Ini kudu kita hindari.
Nah, salah menangkap apa yang disampaikan lawan bicara berakibat fatal di dalam hubungan sosial. Apalagi jikalau ini berlangsung di dalam hubungan (interaksi) suami istri. Akibat salah di dalam menangkap pesan percakapan sesudah itu berkecamuk apa yang tersedia di dalam hati dan fikiran. Terbentuklah di dalam kepalanya salah persepsi. Salah persepsi ini konsisten berlanjut dan bersambung bersama dengan timbulnya sikap salah menyimpulkan. Karena salah di dalam menyita kesimpulan maka berujung pada salah di dalam menyikapi, salah di dalam bertindak, dan salah di dalam berbuat. Masing-masing pun cuma utamakan kepentingan diri pribadi. Ini tidak boleh terjadi.
Kelahi antar dua negara atau lebih juga dikarenakan miskomunikasi. Miskomunikasi dan mispersepsi melahirkan perang yang tak bertepi. Malah perang dunia yang menghantui. Perang antar negara yang saling menyakiti, saling menciderai, saling menodai, dan saling membunuhi. Implikasinya begitu mengerikan, bom diledakkan, senjata api menyalak berapi-api, ummat manusia terbunuhi, segala sumberdaya terhancuri, dan dunia terancam musnah dikarenakan salah komunikasi antar pemimpin negeri.
Di dunia politik juga begitu saling serang kalimat antar politisi. Sama, awalannya dikarenakan salah persepsi. Akhirnya sarana terhiasi bersama dengan perang citra dan opini. Saling serang dan membuli juga di dunia maya juga menjadi-jadi. Keluar umpatan dan kalimat yang saling menyakiti, saling membuka dan mengumbar aib-aib yang diketahui. Yang kelanjutannya masing-masing pendukung politisi itu juga terlibat kelahi. Perkelahian massal pun tak terhindari. Semua berlangsung dikarenakan miskomunikasi dan mispersepsi.
Oleh dikarenakan itulah pola hubungan antar negara kudu tersedia diplomasi. Diplomasi untuk saling negosiasi. Diplomasi untuk saling memahami. Diplomasi untuk melacak dan menemukan solusi, solusi terbaik yang saling menguntungkan, tidak saling merugikan atau menyakiti. Jika dibutuhkan tersedia juga pihak ketiga yang memediasi, untuk meredam potensi kelahi.
Perdamaian dunia pun kan bersemi bersama dengan diplomasi yang saling paham dan negosiasi yang berarti. Diplomasi dan negosiasi yang saling memahami, saling mengerti, dan menghadirkan solusi. Maka antar negara pun akan saling membangun kesepahaman, tak jadi saling membenci, atau saling memerangi. Perang pun terhindari, dan ummat manusia di bumi terselamati dan terlindungi.
Begitu pula kelahi suami istri. Juga dikarenakan salah komunikasi, salah persepsi, dan/atau salah memahami. Suami yang salah paham istri atau istri yang salah paham suami. Bisa dikarenakan berlangsung salah satunya atau kedua-duanya. Plus, sudahlah salah saling paham jadi ulang faktor imani.
Suami istri yang sholih dan sholihah, berkelahi. Miskomunikasi udah pasti. Diperparah ulang lemahnya keimanan di hati. Lemah iman suami atau lemah iman istri. Bisa jadi salah satunya atau kedua-duanya. Jika cuma salah satunya, maka yang lain dapat tersabari. Namun, jikalau kedua-duanya, ini yang kudu diwaspadai. Karena tak tersedia ulang benteng sabar diantara suami istri. Memberi peluang masuknya faktor syaithoni. Jika masuk bisikan syaithon, keduanya saling terpanasi, saling tersuluti, dan kelahi pun semakin terpuncaki.
Keduanya kan sama-sama rugi. Suami istri yang sama-sama mati membawa nafsu syaithoni. Yang sama-sama mati membawa tekad saling menyakiti di hati. Anak-anak pun kan terkorbani. Naudzubillah tsumma naudzubillah…
Maka solusi suami istri yang berkelahi adalah perbaiki keimanan dan perbaiki komunikasi. Dua anak manusia dikumpulkan Allah sebagai suami istri yang dai daiyah pejuang dakwah, sama-sama bervisi membangun keluarga dakwah, sesudah itu tersuluti berlangsung kelahi. Salah satunya akan berusaha untuk sabar dan menenangkan diri. Pindah posisi, berwudhu, dan menenangkan hati. Keduanya kudu ulang kepada solusi Qurani. Karena solusi Quran kan pasti cocok fithrah insani. Alquran adalah sistem hidup yang manhaji bagi orang-orang yang selalu mengorientasi Rabbani.
Suami istri yang selalu memunculkan diplomasi dan negosiasi bersama dengan hati yang bersih, jiwa yang jernih, dan anggapan yang tertata rapi, Insya Allah seluruh pasti tersedia solusi.
Ya Allah…lindungi kami.., lindungi kita dari dominasi bisikan nafsu syaithoni, lindungi kita dari saling menyakiti, lindungi kita dari miskomunikasi dan mispersepsi…
0 Response to "Jika Salah Komunikasi Antara Suami Dan Istri "
Post a Comment