Showing posts with label Psikologi. Show all posts
Showing posts with label Psikologi. Show all posts
7 Tanda Anak Mencintai Anda

7 Tanda Anak Mencintai Anda

Siapa bilang bayi dan balita tidak bisa mengekspresikan rasa cinta mereka pada kedua orangtuanya? Ini dia cara mereka mengungkapkan rasa cintanya.

1. Bayi menatap mata Anda

Ketika bayi sedang menatap mata Anda, sebenarnya ia sedang berusaha keras mengingat wajah Anda. Tak ada hal lain yang ia pahami tentang dunia ini, tetapi ia menyadari bahwa kehadiran Anda penting untuknya.

2. Bayi selalu memikirkan Anda

Ketika si kecil berusia sekitar 8-12 bulan, ia akan mulai mencari-cari saat Anda tidak ada dan langsung tersenyum saat Anda kembali.

3. Balita Anda tantrum

Semua amukan dan tangisannya jangan diartikan sebagai ia tak lagi mencintai Anda. Ia tidak akan sedemikian marah jika ia tidak memercayai Anda sepenuhnya.

4. Ia selalu mencari Anda saat sedih

Andalah orang pertama yang ia cari saat ia terjatuh atau bersedih. Anak-anak di usianya mungkin belum mengerti makna "aku mencintaimu", tetapi tindakan mereka berbicara lebih keras daripada kata-kata.

5. Si kecil memberikan hadiah

Orangtua mana yang tidak bahagia menerima hadiah dari balita mereka, entah itu berupa bunga yang ia petik di pinggir jalan atau hasil pekerjaannya mewarnai.

6. Si kecil mencari perhatian

Di usia pra-sekolah, si kecil sudah mulai bersikap kooperatif dan ia akan selalu berusaha untuk membuat kedua orangtua terkesan. "Lihatlah aku" akan selalu sering Anda dengar di usianya saat ini.

7. Ia menceritakan rahasianya

Berbahagialah jika si kecil di usia sekolah selalu bercerita kepada Anda, termasuk tentang hal-hal yang membuatnya malu. Itu berarti ia memercayai Anda, meski ia sering menolak dipeluk atau dicium di depan orang lain.
Berpetualang Meningkatkan Rasa Bahagia

Berpetualang Meningkatkan Rasa Bahagia

Berlibur ke tempat-tempat wisata kini menjadi pilihan banyak orang untuk melepaskan diri dari kesibukan dan menyegarkan pikiran. Namun, jika Anda ingin rasa bahagia lebih tinggi, pergilah melancong atau berpetualang.

Pengalaman tak terlupakan yang kita dapatkan dari traveling ke tempat-tempat baru ternyata memberikan rasa kepuasan yang lebih besar daripada jika kita berlibur ke tempat mewah atau menonton konser agar orang lain terkesan.

"Ketika seseorang mengeluarkan uang untuk melakukan sesuatu supaya orang lain terkesan, itu akan mengurangi rasa kepuasan," kata Ryan Howell, asisten profesor bidang psikologi dari San Francisco State University.

Howell melakukan survei terhadap 241 orang dan menemukan bahwa mereka yang mengeluarkan uang untuk melakukan pengalaman baru yang sesuai dengan minat merasakan kepuasan lebih. Orang-orang tersebut pada akhirnya akan merasa lebih kompeten dan tidak kesepian.

"Pertanyaan yang harus ditanyakan pada diri sendiri adalah alasan kita mengeluarkan uang. Motivasi pribadi itu akan mempengaruhi rasa bahagia," katanya.

Berlibur seharusnya membuat tubuh dan pikiran kembali prima. Jadi, jangan sampai uang yang disisihkan untuk mendanai liburan malah tidak memberikan pengalaman apa-apa.
Pertengkaran Orangtua Lukai Emosi Anak

Pertengkaran Orangtua Lukai Emosi Anak

Teriakan, pintu yang dibanting, hingga aksi saling mendiamkan, yang kerap mewarnai pertengkaran pasangan rumah tangga ternyata bisa melukai emosi anak dan berdampak jangka panjang.

Anak-anak usia balita yang tinggal dengan kedua orangtua yang sering terlibat percekcokan akan tumbuh menjadi anak yang secara emosional tidak aman sehingga mereka rentan depresi, menderita kecemasan, dan mengalami gangguan perilaku di usia sekolah dasar. Perkembangan konsep diri juga bisa terganggu.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Child Development membuktikan hal tersebut. Penelitian dilakukan terhadap 235 orang dari keluarga kelas menengah di beberapa wilayah di Amerika Serikat. Para responden responden diwawancara mengenai pertengkaran orangtua ketika mereka masih bersekolah di TK. Kemudian 7 tahun kemudian mereka diwawancara kembali.

Menurut anak-anak tersebut, ketika mereka masih duduk di bangku TK dan menyaksikan orangtua sering bertengkar, mereka merasa tidak aman dan kurang terlindungi. Mereka juga mengaku merasa sengsara dengan pertengkaran itu. Sebagian besar anak yang orangtuanya tidak akur itu juga cenderung lebih agresif dan mudah marah.

Yang menarik, ternyata tidak semua konflik rumah tangga itu menyebabkan masalah pada anak. Jika orangtua bisa berkonflik secara dewasa, mampu menahan diri untuk tidak saling berteriak atau melakukan aksi kekerasan, pengaruh pertengkaran itu tidak negatif.

"Masalah terjadi setiap hari. Namun jika orangtua bisa bekerjasama menyelesaikannya serta menampilkan emosi yang positif saat berkonflik, hasilnya justru positif bagi anak," kata ketua peneliti E.Mark Cummings, profesor psikologi dari Universitas Notre Dame.

Dengan kata lain, perbedaan pendapat antar suami istri yang bisa diselesaikan secara baik justru akan mengubah cara pandang anak terhadap suatu konflik.

Ditambahkan oleh Cummings, untuk membantu anak memiliki kematangan emosi yang baik, kuncinya justru bukan membesarkan mereka dalam keluarga yang steril dari konflik. Orangtua seharusnya mampu memberi contoh pada anak bagaimana mengendalikan emosi untuk "bertengkar" secara adil dan menyelesaikan konflik dengan dewasa.

"Bertengkar adalah hal yang normal dalam rumah tangga. Tapi orangtua harus sadar bahwa anak-anak mereka melihat dan mendengarkan," katanya.